DEMOKRATIS ATAU TIDAK DEMOKRATIS
Berikut adalah Opini singkat saya yang saya tulis dulu ketika merespon hangatnya wacana pemilihan gubernur/Bupati/walikota melalui DPRD, dalam RUU Pilkada yang akan segera di paripurnakan. Seperti yang sudah kawan-kawan ketahui bahwa dalam sidang paripurna Anggota dewan 2009-2014 terakhir tersebut diputuskanlah revisi RUU Pilkada tersebut. Ditetapkannya Pilkada melalui DPRD dihasilkan melalui peristiwa kontroversial walk outnya fraksi Partai Demokrat dari Arena Persidangan, sehingga menyebabkan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) Kalah suara dalam voting melawan KMP (Koalisi Merah Putih). Kekalahan tersebut merupakan awal dari runtutan kekalahan KIH di parlemen dalam melawan KMP. Selamat membaca..
DEMOKRATIS ATAU TIDAK DEMOKRATIS
Faizal Akbar, mahasiswa Ilmu Politik dan
Pemerintahan UGM
Salah
satu peninggalan dari reformasi adalah pilkada langsung. Secara historis. bangsa Indonesia telah melewati fase yang
panjang pemilihan kepala daerah oleh DPRD. Namun jum’at dini hari (26/9) keputusan sidang
parlemen mengesahkan RUU Pilkada menjadi dipilih kembali oleh DPRD setelah
selama 10 tahun bangsa Indonesia menikmati pemilu langsung oleh rakyat.
Sebenarnya
baik pemilihan kepala daerah lewat DPRD maupun langsung oleh rakyat sama-sama
memenuhi asas demokratis. Namun sebagai anak pemerintahan, penulis mempunyai
paradigma sistem yang seharusnya menjadi acuan bagi pembuat kebijakan di negeri
ini. Paradigma yang berkaitan dengan sistem pemerintahan dan bagaimana aparatur
pemerintahan konsisten dalam menjalankan sistem tersebut sesuai dengan
mekanisme dan aturan yang berlaku.
Pasca reformasi Indonesia berkomitmen
untuk memperkuat sistem presidensialisme yang ditandai dengan kepala negara dan
kepala pemerintahan hanya satu dan dipilih langsung oleh rakyat. Implikasinya,
kepala daerah yang juga kepala pemerintahan mendapatkan langsung oleh rakyat,
sehingga ia bertanggung jawab langsung kepada rakyat dan bukan kepada parlemen.
Kepala daerah juga tidak bergantung terhadap parlemen baik dalam penyusunan
kabinetnya maupun garis-garis besar haluan daerah, sekarang disebut RPJM atau
RPJP.
Sistem
Presidensialisme memberikan hak konstitusional kepada kepala daerah untuk dapat
menjalankan fungsi pemerintahan di daerah tersebut dengan kewenangan yang
besar, yang juga diatur dalam undang-undang, ditambah lagi dengan adanya
otonomi daerah. Membuat kepala daerah memiliki banyak keleluasaan untuk
memajukan daerahnya. Lantas bagaimana dengan hadirnya UU baru yang mengharuskan
kepala daerah dipilih oleh DPRD? Marilah kita analogikan sistem yang telah
penulis sebutkan diatas sebagai mobil offroad 4 WD dengan transmisi manual.
Dengan membayangkan kendaraan tersebut sudah pasti kita akan melihat mobil
berbadan besar, bannya besar dan boros BBM.
Kemudian
mari kita bayangkan mobil Toyota prius, mobil yang katanya paling ecofriendly,
karena menggunakan BBM dan juga listrik sehingga sangat hemat bahan bakar.
Bertransmisi automatis dan sangat nyaman. Selanjutnya kedua mobil tersebut kita
sandingkan. Apakah mungkin saudara menggunakan ban besar untuk offroad ke mobil
Toyota prius? Mungkin saja, namun apa yang terjadi? Mobil tersebut tidak akan
maksimal. Begitu juga jika kita mengganti persneling mobil 4 WD menjadi
otomatis. Padahal mobil tersebut didesain manual. Maka yang terjadi adalah
mobil 4 WD tersebut tidak bisa jalan.
Jika
analogi tersebut kita asosiasikan dengan perdebatan pilkada langsung oleh
rakyat maupun langsung oleh DPRD. Maka ini berkaitan dengan sistem pemerintahan
yang digunakan oleh bangsa ini. Sistem pemerintahan kita adalah presidensil,
dengan mekanisme dan alat kelengkapan yang sudah diatur oleh undang-undang
untuk menunjang sistem presidensil. Maka ketika ujungnya dari sistem tersebut
yaitu kepala daerahnya diganti menjadi bercorak parlementer akan menjadi tidak
sinkron. Hal tersebut terjadi karena berkaitan dengan mekanisme pertanggung
jawaban kepala daerah, mekanisme penyusunan rencana pembangunan daerah, maupun
berkaitan dengan sistem pemerintahan di nasional. Banyak hal yang akan
memunculkan kerancuan.
Tidak selaras dengan sistem
Format
demokrasi terdiri dari berbagai macam bentuk. Dipillih atau tidak dipilih itu
akan sangat berkaitan dengan sistem yang kita anut. Dipilih langsung atau tidak
langsung sama-sama demokratis yang menentukan adalah sistemnya. Apa yang
terjadi beberapa hari kemarin, merupakan suatu bentuk tindakan serampangan dari
elit-elit parpol yang berasal dari Koalisi merah putih yang terlihat cenderung
memaksakan kehendaknya. Beruntungnya lagi dengan koalisi yang solid, tindak
tanduk serampangan mereka dalam mensahkan RUU Pilkada berhasil. Mungkin menurut
mereka sistem bisa disusun belakangan, yang penting kepala pemerintahannya
dulu, hal ini tentu saja sangat berkaitan dengan lanjutan kontestasi pilpres
2014.
Mitos-mitos
Dari
fenomena kemarin setidaknya terdapat 3 mitos yang selalu diperdengankan kepada
khalayak baik melalui media cetak maupun elektronik. Pertama, mitos bahwa RUU
Pilkada ini merupakan tidak berkaitan dengan pilpres. Padahal sesungguhnya
kontestasi di parlemen kemarin merupakan kelanjutan dari kontestasi pilpres
antara koalisi merah putih dan koalisi Indonesia Hebat.
Kedua,
Perdebatan demokratis dan tidak demokratis. Selama ini Perdebatan pemilukada
via DPRD demokratis selalu dikaitkan dengan sila ke-4 Pancasila dan Pemilukada
langsung berkaitan dengan UUD dan kedaulatan rakyat dalam filosofi demokrasi.
Namun kedua hal tersebut hanyalah permainan retorika, karena pada dasarnya
kedua-duanya sama-sama demokratis, yang menentukan adalah seperti apakah sistem
yang kita gunakan dalam pemerintahan. Ketiga, Pemilukada tidak langsung
subjektif dan langsung objektif. Sekali lagi itu hanyalah mitos, karena bukan soal objektif atau subjektif yang
menjadi inti dari kontestasi ini melainkan berkaitan dengan sistem
pemerintahan.
Begitulah
pertunjukan yang telah dipertontonkan kepada kita semua sebagai bangsa
Indonesia. Bagaimana pemerintahan bangsa ini disusun secara serampangan oleh
oknum-oknum pencari kuasa. Perihal partai politik, baik itu di koalisi merah
putih ataupun Indonesia hebat, kedua-duanya pernah memiliki riwayat dalam
mengubah bangsa ini seara serampangan. Ya dulu PDIP lah yang setuju pemilukada tidak langsung.
Sehingga apa yang terjadi kemarin merupakan suatu bentuk ganti peran saja, ada
yang memerintah ada yang tidak memerintah dan berusaha merebut pemerintahan.
Sebagai anak yang sedang menunggu giliran untuk menggantikan mereka harapanku
adalah, tolong jangan sisakan kami puing-puing negara ini.
0 komentar:
Posting Komentar