DESA : PENGERTIAN DAN
KONSEP DASARNYA
Istilah Desa sudah menjadi istilah
lumrah diantara kita.Apalagi istilah tersebut kerap kali dipopulerkan dalam
buku-buku pelajaran di sekolah dasar. Stereotype seperti “pulang ke rumah nenek di desa”
ataupun “paman datang dari desa” turut membentuk persepsi kita tentang desa.
Tulisan ini akan memaparkan secara konseptual apakah yang dimaksud dengan
“Desa” dan bagaimana asal pembentukannya. Tentu saja tulisan ini tidak terlepas
dari perspektif penulis sebagai mahasiswa ilmu politik dan pemerintahan. Namun
penulis akan tetap memaparkan istilah ini secara komprehensif.
Apakah
yang dimaksud dengan desa?
Setidaknya ada tiga pengertian
tentang desa. Pertama, secara sosiologis, yaitu suatu bentuk gambaran kesatuan
masyarakat atau komunitas penduduk yang tinggal dan menetap dalam suatu
lingkungan, dimana diantara mereka saling mengenal dengan baik dan corak
kehidupan mereka rrelatif homogeny, serta banyak bergantung kepada
kebaikan-kebaikan alam.
Dalam pengertian sosiologis tersebut
, desa diasosiasikan dengan suatu masyarakat yang hidup secara sederhana, pada
umumnya hidup dari sector pertanian, memiliki ikatan sosial dan adat atau
tradisi yang kuat, sifatnya jujur dan bersahaja , pendidikan yang relative
rendah dan lain sebagainya.
Kedua,
secara ekonomi. Desa sebagai suatu lingkungan masyarakat yang berusaha memenuhi
kebutuhan hidupnya sehari-hari dari apa yang disediakan alam di sekitarnya.
Dari
pengertian ini menggambarkan desa sebagai suatu lingkungan ekonomi, dimana penduduknya
berusaha untuk memenuhi keburuhan hidupnya. Orientasi pemenuhan kebutuhan
hidupnya sendiri dari hasil alam, diistilahkan dengan kata “subsistence” yang
artinya, hasil pertanian, perkebunan, sungai dan lain-lain digunakan untuk
memenuhi kebutuhan hidup masyarakat desa tersebut (orientasi kedalam).
Batas-batas dalam aktivitas ekonomi ini kemudian diklaim menjadi hak milik
desa. Pihak lain tidak boleh menggunakan, mengambil hasil, apalagi mengambil
alih segala sesuatu yang dianggap hak milik mereka, tanpa ijin atau persetujuan
warga desa.
Ketiga,
Pengertian secara politik. Dimana desa merupakan suatu organisasi pemerintahan
atau organisasi kekuasaan yang secara politis mempunnyai wewenang tertentu
karena merupakan bagian dari pemerintahan negara. Dalam pengertian yang ketiga
ini desa ditulis dengan menggunakan huruf awal “D’ besar “Desa”.
Desa sering dirumuskan sebagai
“suatu kesatuan masyarakat hukum yang berkuasa menyelenggarakan pemerintahan
sendiri”
Peraturan
perundang-undangan RI yang pertama kali secara khusus mengatur mengenai
pemerintahan desa secara lengkap adalah UU No. 5 tahun 1979. Dalam UU tersebut
pengertian desa adalah:
“
Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai
kesatuan masyarakat, termasuk didalamnya kesatuan masyarakat hukum, yang
mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung dibawah camat dan berhak
menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik
Indonesia”
Istilah desa merupakan istilah yang berasal dari
masyarakat yang ada di Jawa, Bali dan Nusa tenggara Barat. Sedangkan di
daerah-daerah lainnya mempunyai sebutan sendiri-sendiri seperti Gampong dan Meunasah (Aceh), Huta dan
Huria (Tapanuli), Nagari (sumatera Barat), Marga ( Sumatera Selatan), Benua (Kalimantan), Kampung (Sulawesi), Negeri
(Maluku) dan lain-lain.
Mana yang lebih dahulu ada, Desa atau Kota?
Dalam
sejarah peradaban manusia, Desa adalah suatu bentuk organisasi kekuasaan yang
pertama kali ada sebelum lahirnya organisasi kekuasaan yang lbeih besar seperti
kerajaan, kekaisaran dan negara-negara modern sebagaimana kita kenal dewasa
ini.
Alurnya adalah, manusia sebagai makhluk sosial akan
selalu hidup berkelompok. Dimulai dari unit yang paling kecil yaitu keluarga
batih (terdiri dari suami, isteri dan anak). Ketika keluarga itu bertambah
banyak maka sebagian ada yang memisahkan diri dan membuat tempat tinggal
sendiri. tempat pemukiman mereka semakin lama semakin besar dan penghuninya pun
semakin banyak. Baik dari anak keturunan mereka sendiri yang mempunyai banyak
anak dan menikah kemudian bermukim disitu, maupun dari orang lain yang bermukim
di tempat tersebut. Lahirlah kemudian kesatuan masyarakat hukum yang mandiri.
Pemimpin mereka biasanya adalah yang tertua atau yang mempunyai kemampuan
paling tinggi diantara mereka –bisa jadi paling kuat, paling pintar, paling
besar tubuhnya dan lain-lain- itulah sebabnya desa-desa lamayang masih asli,
selalu terdapat dua unsur yang memenuhinya yaitu ikatan genealogis dan kesatuan
wilayah.
Secara
genealogis, penduduk suatu desa pada umumnya mempunya ikatan pertalian darah
yang kuat, karena mereka berasal dari keturunan yang sama ataupun jika ada yang
berasal dari luar mereka sudah terikat dalam ikatan perkawinan dengan penduduk
asli desa itu. Maka cobalah cek silsilah di desa-desa yang nenek kakek saudara
tinggali maka seingkali asal usul desa tersebut berawal dari satu atau beberapa
keluarga saja.
Kemudian,
kesatuan wilayah. Wilayah desa selalu merupakan suatu kesatuan yang tidak
terpisah-pisah, sehingga tidak ada satu enclave dalam suatu desa yang menjadi
bagian desa lain yang berbeda.
Dalam
konteks politik, sebagai kesatuan masyarakat hukum, desa mengurus kehidupan
mereka secara mandiri (otonom) dan wewenang untuk mengurus dirinya sendiri itu
sudah dimilikinya semenjak kesatuan masyarakat hukum itu terbentuk tanpa
diberikan oleh orang atau pihak lain. Dari sinilah mengapa “Desa” disebut
memiliki otonomi asli, yang berbeda dengan “daerah otonom” lainnya seperti
kabupaten, karesidenan dan provinsi yang memperoleh otonominya dari pemerintah
pusat atau pemerintah nasional.
Desa-desa
tersebut berkembang dan semakin lama semakin besar dan kuat , sehingga kemudian
lahir keinginan untuk meluaskan daerah desa lainnya. Penguasaan tersebut bisa
melalui jalan damai ataupun perang, kemudian desa yang dikalahkan tersebut
menjadi bagian dari desanya. Lalu secara bertahap tumbuh organisasi kekuasaan
yang lebih besar. Pada mulanya berawal dari desa kecil, kemudian kerajaan kecil
dan akhirnya menjadi negara seperti yang kita kenal sekarang.
Dalam
proses pertumbuhan dan perkembangannya tersebut, kedudukan “Desa” sebagai kesatuan masyarakat hukum yang
otonom semakin lama semakin menurun
statusnya menjadi sub-sistem dari institusi yang lebih besar. Sehingga dalam
piramida kekuasaan dewasa ini, desa berada di urutan yang paling bawah atau
menjadi bagian dari struktur kekuasaan yang paling rendah.
Jadi Lebih dahulu Desa baru kota, maka banggalah
menjadi orang desa J.
Referensi
Maschab, Mashuri (2013). Politik dan Pemerintahan Desa di Indonesia. Yogyakarta: PolGov. Laboratorium Politik dan Pemerintahan UGM
0 komentar:
Posting Komentar