Jumat, 19 September 2014

SEJARAH PRESIDENSIALISME DI INDONESIA

SEJARAH PRESIDENSIALISME DI INDONESIA



Sejarah Pemerintahan Presidensial di Indonesia dimulai sejak diberlakukannya UUD 1945 pada 18 Agustus 1945 sebagai konstitusi negara. Pelembagaan sistem presidensial itu dimulai bersamaan dengan kelahiran republik Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat. tepatnya sehari setelah proklamasi kemerdekaan RI, disahkanlah UUD 1945 sebagai konstitusi tertinggi negara dalam sidang PPKI. sejak 18 Agustus 1945, sistem presidensial secara resmi dilembagakan melalui konstitusi.

Saat itu sistem presidensialisme belum dapat dikatakan murni. namun beberapa karakteristik dalam sistem presidensialisme telah ditetapkan. Sistem pemerintahan saat itu dapatlah dikatakan sebagai cikal bakal bagi lahirnya pemurnian sistem presidensial.


Prinsip-prinsip presidensialisme tertera dalam beberapa pasal UUD 1945. pertama, kedudukan presiden sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. konstitusi menyatakan bahwa presiden RI mendapatkan kekuasaan pemerintahan menurut undang-undang dasar. substansi pasal ini menguatkan posisi presiden sebagai kepala pemerintahan. sedangkan penegasan presiden sebagai kepala negara dijelaskan melalui wewenang presiden dalam memberikan amnesti, abolisi, grasi, rehabilitasi; serta wewenang presiden dalam memberikan gelar, tanda jasa dan tanda kehormatan. fungsi dan wewenang tersebut biasanya dimiliki oleh kepala negara. substansi fungsi, wewenang dan kedudukan tersebut dijelaskan dalam konstitusi.



kedua, penerapan prinsip pembagian kekuasaan. DPR dan lembaga kepresidenan merupakan lembaga yang mandiri. Hal ini merupakan prinsip atau ciri institusionalisasi sistem pemerintahan presidensial. substansi secara tersirat menyatakan bahwa. Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR, artinya kedudukan presiden tidak bergantung kepada DPR. Ditambah lagi konstitusi menyatakan bahwa presiden tidak dapat membubarkan DPR dan sebaliknya presiden tidak dapat menjatuhkan presiden.


ketiga, presiden memiliki hak preogratif dalam mengangkat dan memberhentikan menteri dalam kabinet. konsekuesinya menteri tidak bertanggung jawab kepada DPR namun kepada presiden.institusionalisasi  hak preogratif presiden dinyatakan dalam konstitusi, bahwa menteri dan diangkat oleh presiden. 

ketiga ciri utama sistem presidensial itu telah dirumuskan dalam UUD 1945 dan sejak disahkannya sebagai konstitusi tertinggi negara.

Namun sistem presidensial menurut UUD 1945 sebelum diamandemen, bukanlah merupakan sistem presidensial yang murni. terutama menyangkut mekanis pemilihan dan pemberhentian presiden. mekanisme pemilihan presiden sebelum amandemen konstitusi 1945, belum dipilih secara langsung dan jabatan presiden belum bersifat tetap (fixed term) karena dapat diberhentikan kapan saja oleh MPR.

Referensi

Yudha, Hanta AR (2010) Presidensialisme setengah hati : dari dilema ke kompromi. Jakarta : Gramedia Pustaka




Rabu, 10 September 2014

DESA : PENGERTIAN DAN KONSEP DASARNYA


DESA : PENGERTIAN DAN KONSEP DASARNYA


            Istilah Desa sudah menjadi istilah lumrah diantara kita.Apalagi istilah tersebut kerap kali dipopulerkan dalam buku-buku pelajaran di sekolah dasar. Stereotype  seperti “pulang ke rumah nenek di desa” ataupun “paman datang dari desa” turut membentuk persepsi kita tentang desa. Tulisan ini akan memaparkan secara konseptual apakah yang dimaksud dengan “Desa” dan bagaimana asal pembentukannya. Tentu saja tulisan ini tidak terlepas dari perspektif penulis sebagai mahasiswa ilmu politik dan pemerintahan. Namun penulis akan tetap memaparkan istilah ini secara komprehensif.

Apakah yang dimaksud dengan desa?

            Setidaknya ada tiga pengertian tentang desa. Pertama, secara sosiologis, yaitu suatu bentuk gambaran kesatuan masyarakat atau komunitas penduduk yang tinggal dan menetap dalam suatu lingkungan, dimana diantara mereka saling mengenal dengan baik dan corak kehidupan mereka rrelatif homogeny, serta banyak bergantung kepada kebaikan-kebaikan alam.

            Dalam pengertian sosiologis tersebut , desa diasosiasikan dengan suatu masyarakat yang hidup secara sederhana, pada umumnya hidup dari sector pertanian, memiliki ikatan sosial dan adat atau tradisi yang kuat, sifatnya jujur dan bersahaja , pendidikan yang relative rendah dan lain sebagainya.
Kedua, secara ekonomi. Desa sebagai suatu lingkungan masyarakat yang berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari dari apa yang disediakan alam di sekitarnya.

Dari pengertian ini menggambarkan desa sebagai suatu lingkungan ekonomi, dimana penduduknya berusaha untuk memenuhi keburuhan hidupnya. Orientasi pemenuhan kebutuhan hidupnya sendiri dari hasil alam, diistilahkan dengan kata “subsistence” yang artinya, hasil pertanian, perkebunan, sungai dan lain-lain digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat desa tersebut (orientasi kedalam). Batas-batas dalam aktivitas ekonomi ini kemudian diklaim menjadi hak milik desa. Pihak lain tidak boleh menggunakan, mengambil hasil, apalagi mengambil alih segala sesuatu yang dianggap hak milik mereka, tanpa ijin atau persetujuan warga desa.

Ketiga, Pengertian secara politik. Dimana desa merupakan suatu organisasi pemerintahan atau organisasi kekuasaan yang secara politis mempunnyai wewenang tertentu karena merupakan bagian dari pemerintahan negara. Dalam pengertian yang ketiga ini desa ditulis dengan menggunakan huruf awal “D’ besar “Desa”.

            Desa sering dirumuskan sebagai “suatu kesatuan masyarakat hukum yang berkuasa menyelenggarakan pemerintahan sendiri”
Peraturan perundang-undangan RI yang pertama kali secara khusus mengatur mengenai pemerintahan desa secara lengkap adalah UU No. 5 tahun 1979. Dalam UU tersebut pengertian desa adalah:

“ Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat, termasuk didalamnya kesatuan masyarakat hukum, yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung dibawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia”
Istilah desa merupakan istilah yang berasal dari masyarakat yang ada di Jawa, Bali dan Nusa tenggara Barat. Sedangkan di daerah-daerah lainnya mempunyai sebutan sendiri-sendiri seperti Gampong dan Meunasah (Aceh), Huta dan Huria (Tapanuli), Nagari (sumatera Barat), Marga ( Sumatera Selatan), Benua (Kalimantan), Kampung (Sulawesi), Negeri (Maluku) dan lain-lain.

Mana yang lebih dahulu ada, Desa atau Kota?

            Dalam sejarah peradaban manusia, Desa adalah suatu bentuk organisasi kekuasaan yang pertama kali ada sebelum lahirnya organisasi kekuasaan yang lbeih besar seperti kerajaan, kekaisaran dan negara-negara modern sebagaimana kita kenal dewasa ini.

Alurnya adalah, manusia sebagai makhluk sosial akan selalu hidup berkelompok. Dimulai dari unit yang paling kecil yaitu keluarga batih (terdiri dari suami, isteri dan anak). Ketika keluarga itu bertambah banyak maka sebagian ada yang memisahkan diri dan membuat tempat tinggal sendiri. tempat pemukiman mereka semakin lama semakin besar dan penghuninya pun semakin banyak. Baik dari anak keturunan mereka sendiri yang mempunyai banyak anak dan menikah kemudian bermukim disitu, maupun dari orang lain yang bermukim di tempat tersebut. Lahirlah kemudian kesatuan masyarakat hukum yang mandiri. Pemimpin mereka biasanya adalah yang tertua atau yang mempunyai kemampuan paling tinggi diantara mereka –bisa jadi paling kuat, paling pintar, paling besar tubuhnya dan lain-lain- itulah sebabnya desa-desa lamayang masih asli, selalu terdapat dua unsur yang memenuhinya yaitu ikatan genealogis dan kesatuan wilayah.

            Secara genealogis, penduduk suatu desa pada umumnya mempunya ikatan pertalian darah yang kuat, karena mereka berasal dari keturunan yang sama ataupun jika ada yang berasal dari luar mereka sudah terikat dalam ikatan perkawinan dengan penduduk asli desa itu. Maka cobalah cek silsilah di desa-desa yang nenek kakek saudara tinggali maka seingkali asal usul desa tersebut berawal dari satu atau beberapa keluarga saja.

            Kemudian, kesatuan wilayah. Wilayah desa selalu merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisah-pisah, sehingga tidak ada satu enclave dalam suatu desa yang menjadi bagian desa lain yang berbeda.

            Dalam konteks politik, sebagai kesatuan masyarakat hukum, desa mengurus kehidupan mereka secara mandiri (otonom) dan wewenang untuk mengurus dirinya sendiri itu sudah dimilikinya semenjak kesatuan masyarakat hukum itu terbentuk tanpa diberikan oleh orang atau pihak lain. Dari sinilah mengapa “Desa” disebut memiliki otonomi asli, yang berbeda dengan “daerah otonom” lainnya seperti kabupaten, karesidenan dan provinsi yang memperoleh otonominya dari pemerintah pusat atau pemerintah nasional.

            Desa-desa tersebut berkembang dan semakin lama semakin besar dan kuat , sehingga kemudian lahir keinginan untuk meluaskan daerah desa lainnya. Penguasaan tersebut bisa melalui jalan damai ataupun perang, kemudian desa yang dikalahkan tersebut menjadi bagian dari desanya. Lalu secara bertahap tumbuh organisasi kekuasaan yang lebih besar. Pada mulanya berawal dari desa kecil, kemudian kerajaan kecil dan akhirnya menjadi negara seperti yang kita kenal sekarang.

            Dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya tersebut, kedudukan “Desa”  sebagai kesatuan masyarakat hukum yang otonom  semakin lama semakin menurun statusnya menjadi sub-sistem dari institusi yang lebih besar. Sehingga dalam piramida kekuasaan dewasa ini, desa berada di urutan yang paling bawah atau menjadi bagian dari struktur kekuasaan yang paling rendah.

Jadi Lebih dahulu Desa baru kota, maka banggalah menjadi orang desa J.

Referensi

Maschab, Mashuri (2013). Politik dan Pemerintahan Desa di Indonesia. Yogyakarta: PolGov.  Laboratorium Politik dan Pemerintahan UGM
Diberdayakan oleh Blogger.

Text Widget

Sample Text

Pages

Mengenai Saya

Foto saya
jogjakarta, DIY, Indonesia
Mahasiswa Politik dan pemerintahan , Fisipol, UGM

Pengikut